BAB II
PEMBAHASAN
A.PENGERTIAN
1.
Pengertian
filsafat secara etimologi dan terminologi.
Kata filsafat berasal dari bahasa
inggris dan bahasa yunani. Dalam bahasa inggris yaitu philosophy sedangkan
dalam bahasa yunani philein artinya cinta dan sofie, shopi atau Sophia artinya kebijaksanaan. Dengan demikian,
filsafat dapat diartikan cinta kebijaksanaan. Kata kebijaksanaan dalam bahasa
arab adalah hikmah. Oleh karena itu falsafah adalah hikmah.[1]
Menurut
Prof. Dr. Harun Nasution, filsafat berasal dari bahasa yunani yang tersusun dari dua kata philien dalam arti
cinta dan shopos dalam arti hikmah. Orang arab memindahkan kata philosophia
dari bahasa yunani kedalam bahasa mereka dengan menyesuaikan tabiat susunan
kata arab yaitu falsafah dengan pola fa’lala, fa’lalah dan fi’lal. Dengan demikian kata
benda dari kata kerja falsafah seharusnya menjadi falsafah atau filsaf.
Dari
pengertian secara etimologi itu ia memberikan definisi sebagai berikut:
a. Pengetahuan
tentang hikmah
b. Pengetahuan
tentang prinsip atau dasar dasar
c. Mencari
kebenaran
d. Membahas
dasar-dasar dari apa yang di bahas.[2]
Kemudian
pengertian filsafat menurut Dr. Sondang P. siagian, M.PA. adalah cinta kepada
kebijaksanaan. Untuk menjadi bijaksana seseorang harus berusaha mendalami
hakikat sesuatu. Dengan kata lain bahwa berfilsafat berarti berusaha untuk
mengetahui tentang sesuatu dengan sedalam-dalamnya, baik mengenai hakikat
adanya sesuatu, fungsinya, cici-cirinya, kegunaannya, masalah-masalahnya, dan
pemecahannya terhadap masalah-masalah tersebut.[3]
Dengan
adanya pengertian atau definisi yang bermacam-macam itu terungkapkan juga oleh
Drs. Sidi Gazalba, bahwa para filosof mempunyai pengertian atau definisi
tentang filsafat sendiri-sendiri. Sebagai contoh ia mengemukakan beberapa
pengertian filsafat menurut beberapa ahli, antara lain :[4]
1. Plato,
mengatakan bahwa filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada.
2. Aristoteles,
berpendapat bahwa kewajiban filsafat ialah menyelidiki sebab dan asas segala
benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu yang umum sekali.
3. Kant,
mengatakan bahwa filsafat adalah pokok dan pangkal segala pengetahuan dan
pekerjaan.
4. Ficthe,
menyebut filsafat sebagai wissenschaftslehre : ilmu dari ilmu-ilmu, yakni ilmu
yang umum, yang menjadi dasar segala ilmu.
5. Ibnu
Sina, membagi filsafat dalam dua bagian, yaitu teori dan praktek, yang keduanya
berhubungan dengan agama, dimana dasarnya terdapat dalam syariat Tuhan, yang penjelasan dan kelengkapannya diperoleh
dengan tenaga akal manusia.[5]
2.
Pengertian
pendidikan
Secara
sederhana dan umum, pendidikan bermakna sebagai usaha untuk menumbuhkan dan
mengembangkan potensi-potensi bawaan, baik jasmani maupun rohani, sesuai dengan
nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan.[6]
Bagi
kehidupan umat manusia , pendidikan merupakan kebutuhan mutlak yang harus
dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan, mustahil suatu kelompok manusia
dapat hidup dan berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju,
sejahtera dan bahagia menurut konsep pandangan hidup mereka.
Dalam
hal itu, definisi tentang pendidikan itu sendiri sangat banyak. Para pemikir
pendidikan berbeda pendapat tentang definisi pendidikan. Beberapa definisi
tentang pendidikan dari pakar pendidikan tersebut, yang perlu kita ketahui
diantaranya :[7]
a) Prof.
Langeveld, pakar pendidikan dari belanda ini mengemukakan, bahwa pendidikan
ialah suatu bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum
dewasa untuk mencapai tujuan, yaitu kedewasan.
b) Garis
Besar Haluan Negara (GBHN) pada tahun 1973, dikemukakan tentang pengertian
pendidikan, bahwa pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu yang disadari
untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia yang dilaksanakan di
dalam maupun di luar sekolah, dan berlangsung seumur hidup.
c) Menurut
Ki Hajar Dewantara, pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan
bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan
tubuh anak.
d) Dalam
dictionary of education dikemukakan,
bahwa definisi pendidikan adalah proses dimana seseorang mengembangkan
kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat
dimana ia hidup, proses sosial dimana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan
yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga ia
dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan social dan kemampuan
individu yang optimum (maksimal).
e) Crow
and crow mendefinisikan pendidikan sebagai proses yang berisi berbagai macam
kegiatan yang cocok bagi individu untuk kehidupan sosialnya dan membantu
meneruskan adat dan budaya serta kelembagaan sosial dari generasi ke generasi.
3.
Pengertian
filsafat pendidikan
Para
ahli banyak yang memberikan definisi tentang filsafat pendidikan, namun
kesemuanya hampir sepakat untuk mengatakan bahwa filsafat pendidikan mengandung
makna berfikir kritis, sistematis, dan radikal tentang berbagai problem
kependidikan guna pencarian konsep-konsep dan gagasan-gagasan yang dapat
mengarahkan manusia dalam rancangan yang integral agar pendidikan benar-benar
dapat menjawab kebutuhan masyarakat dalam rangka kemajuan-kemajuan. Berikut
dikutip beberapa definisi yang telah diberikan para ahli terhadap filsafat
pendidikan itu.[8]
1) Omar
Muhammad al-Toumy al-Syaibany menyebutkan, bahwa filsafat pendidikan adalah
pelaksanaan pandangan filsafat dan kaidah-kaidah filsafat dalam bidang
pengalaman kemanusiaan yang disebut dengan pendidikan.
2) M.
Arifin M.Ed., mengemukakan, bahwa filsafat pendidikan adalah upaya memikirkan
permasalahan pendidikan.
3) Ali
Khalil Abu al-Ainain mengemukakan pula, bahwa filsafat pendidikan adalah upaya
berfikir filosofis tentang realitas
kependidikan dalam segala lini, sehingga melahirkan teori-teori
pendidikan yang berguna bagi kemajuan aktivitas pendidikan itu sendiri.
Menurut
al-Syaibani, filsafat pendidikan adalah aktifitas pikiran yang teratur yang
menjadikan filsafat sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan, dan memadukan
proses pendidikan. Artinya, filsafat pendidikan menjelaskan nilai-nilai dan
maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya.[9]
Filsafat
pendidikan juga bisa didefinisikan sebagai kaidah filosofis dalam bidang
pendidikan yang menggambarkan aspek-aspek pelaksanaan filsafat umum dan menitik
beratkan pada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasar
dari filsafat umum dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara
praktis.[10]
Menurut
Ali Saifullah dalam bukunya “Antara
Filsafat dan Pendidikan” mengemukakan bahwa, filsafat pendidikan sebagai suatu
lapangan studi mengarahkan pusat perhatiannya dan memusatkan kegiatannya pada
dua fungsi normative ilmiah, yaitu :
a. Kegiatan
merumuskan dasar-dasar, dan tujuan-tujuan pendidikan, konsep, tentang sifat
hakikat manusia, serta konsepsi hakikat dan segi-segi pendidikan serta isi
moral pendidikannya.
b. Kegiatan
merumuskan system atau teori pendidikan (science of education) yang meliputi
politik pendidikan, kepemimpinan pendidikan atau organisasi pendidikan,
metodologi pendidikan dan pengajaran, termasuk pola-pola akulturasi dan peranan
pendidikan dalam pembangunan masyarakat dan negara.[11]
B.KEGUNAAN FILSAFAT PENDIDIKAN
Pendidikan
sangat terkait dengan aktivitas manusia yang tugas utamanya adalah membantu
pengembangan humanitas manusia untuk menjadi manusia yang berkepribadian mulia
dan utama menurut karakteristik idealitas manusia yang diinginkan. Hal ini
sangat diperlukan mengingat manusia memiliki potensi-potensi dalam taraf kodrat
human dignity (martabat manusia) yang memiliki kesadaran diri yang mendorongnya
untuk merealisasikan berbagai potensinya, sehingga berkembang dengan baik
menjadi self realization (realisasi diri) yang akan menentukan bagi penunjukan
jati diri yang ideal, agar dapat berfungsi dan bermanfaat bagi hidup dan
kehidupannya secara individu maupun sosial kemasyarakat.[12]
Filsafat
pendidikan sebagai suatu upaya berfikir logis, kritis, radikal, sistematis,
metodis, utuh, dan menyeluruh tentang persoalan-persoalan yang berkenaan dengan
permasalahan pendidikan dan aspek-aspek penting yang terkait dengannya.
Sedemikian rupa sehingga berbagai upaya edukasi yang dilakukan dalam gerak
langkah proses pendidikan benar-benar berdaya guna dan behasil guna dalam
mencapai tujuan dan atau sasaran-sasaran yang telah dirumuskan. Upaya filsafat
pendidikan merupakan sesuatu yang tidak dapat dilepaskan dari keseluruhan
proses kependidikan, baik dalam pencarian orientasi, aplikasi maupun evaluasi
dan pengembangan. Pendidikan dan filsafat pendidikan merupakan dua mata uang
yang menyatu dalam satu unit yang mengikat.[13]
1.
Fungsi
tujuan pendidikan
Pengertian
tujuan pendidikan sebenarnya terlingkup dalam pengertian pendidikan sebagai usaha
secara sadar. Ada usaha yang terhenti karena mengalami kegagalan sebelum
mencapai tujuan, namun usaha itu belum dapat disebut berakhir. Pada umumnya
suatu usaha baru berakhir kalau tujuan terakhir telah tercapai.[14]
Dari
pengertian uraian di atas maka semakin jelaslah pula fungsi tujuan pendidikan
yang kita maksudkan yaitu :
a. Mengakhiri
tujuan itu.
b. Mengarahkan
tujuan itu.
c. Suatu
tujuan dapat pula merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain,
baik merupakan tujuan baru maupun tujuan-tujuan lanjutan dari tujuan pertama.
d. Memberi
nilai (sifat) pada usaha-usaha itu.
Kemudian
dalam setiap usaha pencapaian tujuan pendidikan, John S. Brubacher dalam
bukunya modern philosophies of education,
dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan mencakup tiga fungsi penting, yang
bersifat normatif, yaitu :
a. Tujuan
pendidikan memberikan arah pada proses yang bersifat edukatif.
b. Tujuan
pendidikan tidak selalu member arah pada pendidikan tetapi harus mendorong atau
memberikan motivasi yang baik.
c. Tujuan
pendidikan mempunyai fungsi untuk memberikan pedoman atau menyediakan
kriteria-kriteria dalam menilai proses pendidikan.[15]
Ada
yang merinci tujuan pendidikan dalam bentuk taksonomi (system klasifikasi) yang
terutama meliputi :[16]
1) Pembinaan
kepribadian (nilai formil).
Ø Sikap
(attitude).
Ø Daya
fikir praktis rasional
Ø Obyektivitas.
Ø Loyalitas
kepada bangsa dan ideologi.
Ø Sadar
nilai-nilai moral dan agama.
2) Pembinaan
aspek pengetahuan (nilai material), yaitu materi ilmu itu sendiri.
3) Pembinaan
aspek kecakapan, keterampilan (skill) nilai-nilai praktis.
4) Pembinaan
jasmani yang sehat.
C.OBJEK DAN RUANG LINGKUP FILSAFAT PENDIDIKAN.
Sebagai
cabang filsafat, maka kajian dalam bidang filsafat pendidikan mencakup berbagai
aspek yang juga menjadi karakteristik kajian filsafat pada umumnya yang
meliputi semua realitas yang wujud ataupun yang mumkin al-wujud. Hanya saja dalam konteks filsafat pendidikan lebih
menekankan pada upaya perenyngan dan perefleksian realitas-realitas yang
terdapat didalam kancah dunia kependidikan. sedemikian rupa, sehingga dengan
perenungan yang utuh dan terpadu dapat ditemukan kebenaran-kebenaran dan
kebijakan-kebijakan yang berguna bagi kemajuan dunia kependidikan itu sendiri. [17]
Kecuali
itu, mengingat peristiwa pembelajaran bukan bangunan berdiri sendiri, tetapi
terdapat berbagai varian yang berkenaan
dengan bangkitnya peristiwa pembelajaran itu sendiri, maka filsafat pendidikan
juga memberikan aksentuasi kajiannya tentang aspek-aspek penting yang
berhubungan dengan jalannya proses pembelajaran yang di maksud baik meliputi
unsur tujuan, isi, metode, strategi dan prosedur, maupun unsur evaluasi dan
penunjang penyelenggaraan pendidikan itu sendiri.
Berdasarkan
itu semua, maka realitas-realitas kependidikan yang menjadi objek kajian
filsafat pendidikan antara lain menyangkut hal-hal yang berkenaan dengan :[18]
1) Hakikat
manusia ideal sebagai acuan pokok bagi pengembangan dan penyempurnaan.
2) Pendidikan
dan nilai-nilai yang dianut sebagai suatu landasan berfikir dan berbuat dalam
tatanan hidup suatu masyarakat.
3) Hakikat
tujuan kependidikan sebagai arah bangun pengembangan pola dunia pendidikan.
4) Hakikat
pendidik dan anak sebagai subjek-subjek yang terlihat langsung dalam
pelaksanaan proses edukasi.
5) Hakikat
pengetahuan dan nilai sebagai aspek penting yang dikembangkan dalam aktifitas
pendidikan.
6) Hakikat
kurikulum sebagia tahapan-tahapan yang akan dilalui dalam proses kependidikan menuju
peraihan tujuan-tujuan.
7) Hakikat
metode dan strategi pembelajaran yang memungkinkan penumbuhkembangan potensi
subjek didik.
8) Alternatif-alternatif
yang mungkin dilalui dalam pengembangan sumber daya manusia baik menyangkut
prinsip-prinsip, metode maupun alat-alat pendukung peraihan tujuan.
9) Keterkaitan
dunia pendidikan dengan lembaga-lembaga lain dalam lingkup masyarakat, seperti
pendidikan dan dunia politik, pendidikan dan sistem pemerintah, pendidikan,
tata hukum dan adat dalam masyarakat.
10) Keterkaitan
dunia kependidikan dengan perubahan-perubahan taraf hidup dalam masyarakat.
11) Aliran-aliran
filsafat yang tumbuh dan berkembang dalam memecahkan berbagai ragam problem
kependidikan.
12) Keterkaitan
pendidikan sebagai suatu lembaga dengan ideologi yang dianut dan berkembang dalam suatu
masyarakat.[19]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Kata
filsafat berasal dari bahasa inggris dan bahasa yunani. Dalam bahasa inggris
yaitu philosophy sedangkan dalam bahasa yunani philein artinya cinta dan sofie, shopi atau Sophia artinya kebijaksanaan.
Dengan demikian, filsafat dapat diartikan cinta kebijaksanaan.
2. Filsafat
menurut Dr. Sondang P. siagian, M.PA. adalah cinta kepada kebijaksanaan. Untuk
menjadi bijaksana seseorang harus berusaha mendalami hakikat sesuatu. Dengan
kata lain bahwa berfilsafat berarti berusaha untuk mengetahui tentang sesuatu
dengan sedalam-dalamnya, baik mengenai hakikat adanya sesuatu, fungsinya,
cici-cirinya, kegunaannya, masalah-masalahnya, dan pemecahannya terhadap
masalah-masalah tersebut.
3. Secara
sederhana dan umum, pendidikan bermakna sebagai usaha untuk menumbuhkan dan
mengembangkan potensi-potensi bawaan, baik jasmani maupun rohani, sesuai dengan
nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan.
4. Menurut
Ki Hajar Dewantara, pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan
bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan
tubuh anak.
5. Menurut
al-Syaibani, filsafat pendidikan adalah aktifitas pikiran yang teratur yang
menjadikan filsafat sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan, dan memadukan
proses pendidikan. Artinya, filsafat pendidikan menjelaskan nilai-nilai dan
maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya.
6. fungsi
tujuan pendidikan yaitu :
a. Mengakhiri
tujuan itu.
b. Mengarahkan
tujuan itu.
c. Suatu
tujuan dapat pula merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain,
baik merupakan tujuan baru maupun tujuan-tujuan lanjutan dari tujuan pertama.
d. Memberi
nilai (sifat) pada usaha-usaha itu.
7.
Sebagai cabang
filsafat, maka kajian dalam bidang filsafat pendidikan mencakup berbagai aspek
yang juga menjadi karakteristik kajian filsafat pada umumnya yang meliputi
semua realitas yang wujud ataupun yang mumkin
al-wujud.
DAFTAR PUSTAKA
Assegaf, Rachman,
Abd., filsafat pendidikan islam, Rajawali Pers, Jakarta, 2011.
Basri, Hasan, filsafat
pendidikan islam, Pustaka Setia, Bandung, 2009.
Ihsan,
Hamdani, H., & Ihsan, Fuad, H.A., filsafat
pendidikan islam, Pustaka Setia, Bandung, 2007.
Jalaluddin,
H. & Idi, Abdullah, filsafat
pendidikan, Ar Ruzz Media, Yogyakarta, 2007.
Khobir, Abdul, filsafat
pendidikan, STAIN Pekalongan press, Pekalongan, 2007.
Mahfud, Choirul,
pendidikan
multi cultural, Pustaka Belajar, Yogyakarta, 2009.
Muhmidayeli, filsafat
pendidikan, Refika Aditama, Bandung 2013.
Zuhairini, dkk, filsafat
pendidikan islam, Bumi Aksara, Jakarta, 2012.
[1] Drs.Hasan Basri, filsafat pendidikan islam, (Bandung :
Pustaka Setia, 2009), hal. 9.
[2] Dra. Zuhairini, dkk, filsafat pendidikan islam, (Jakarta :
Bumi Aksara, 2012), hal. 3-4.
[3] Drs. H. Hamdani
Ihsan; Drs. H.A Fuad Ihsan, filsafat
pendidikan islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2007), hal. 10.
[4] Drs. H. Hamdani
Ihsan; Drs. H.A Fuad Ihsan, filsafat
pendidikan islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2007), hal.4.
[5] Dra. Zuhairini, dkk, filsafat pendidikan islam, (Jakarta :
Bumi Aksara, 2012) , hal. 4.
[6] Choirul Mahfud, pendidikan multi cultural, (Yogyakarta :
Pustaka Belajar, 2009), hal. 32.
[7] Ibid,. hal. 33-34.
[8] Prof. Dr.
Muhmidayeli, M.Ag. filsafat pendidikan,
(Bandung : Refika Aditama, 2013), hal. 35.
[9] Abdul Khobir, filsafat pendidikan, (Pekalongan : STAIN
Pekalongan press, 2007), hal. 3.
[10] H. Jalaluddin dan
Abdullah Idi, filsafat pendidikan, (Yogyakarta
: Ar Ruzz Media, 2007), hal. 19.
[11] Dra. Zuhairini, dkk, filsafat pendidikan islam, (Jakarta :
Bumi Aksara, 2012), hal. 18
[12] Prof. Dr.
Muhmidayeli, M.Ag. filsafat pendidikan,
(Bandung : Refika Aditama, 2013), hal. 36
[13] Ibid,. hal. 40
[14] Drs. H. Hamdani
Ihsan; Drs. H.A Fuad Ihsan, filsafat
pendidikan islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2007), hal. 61
[15] Drs. H. Hamdani
Ihsan; Drs. H.A Fuad Ihsan, filsafat
pendidikan islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2007), hal. 62.
[16] Dra. Zuhairini, dkk, filsafat pendidikan islam, (Jakarta :
Bumi Aksara, 2012), hal. 161.
[17] Prof. Dr.
Muhmidayeli, M.Ag. filsafat pendidikan,
(Bandung : Refika Aditama, 2013), hal. 40.
[18] Prof. Dr.
Muhmidayeli, M.Ag. filsafat pendidikan,
(Bandung : Refika Aditama, 2013), hal. 41.
[19] Ibid., hal. 41-42.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar